I.
ETIKA SOSIAL
Dengan pemahaman arti pentingnya perubahan sosial yang
termaktub dalam perjuangan 1) transformasi dari orientasi massa ke individu, 2)
transformasi dari struktur ke kultur, 3) transformasi dari elitisme ke
populisme, dan 4) transformasi dari negara ke rakyat, diharapkan menjadi
pengarah bagi ekspresi juang, melalui cara pandang, model transformasi dan
etika sosial. Bagi PMII, keberpihakan – yang tulus, tanpa tendensi dan
pertimbangan teknis politis – pada pemberdayaan dan penguatan masyarakat bawah.
Dalam konteks politik, maka transformasi tersebut ditujukan bagi seluruh warga
negara dimana umat Islam menjadi salah satu bagian yang tidak terpisahkan.
Pendekatan ini berupaya untuk mengambil jarak dari negara kendatipun tidak
berarti menolak keberadaan atau legitimasinya. Yang diinginkan adalah bagaimana
kekuatan negara yang sangat besar itu bisa secara gradual diimbangi oleh
kekuatan masarakat yang semakin mandiri dan mampu melakukan pengaturan terhadap
kepentingannya. Dengan ini diharapkan terdapat keseimbangan kontrol yang justru
akan memperkokoh sistem yang hendak dibangun secara bersama.
Kepentingan politik Islam, tidak bisa dilihat secara terpisah
dari kepentingan bangsa secara keseluruhan, sehingga tidaklah tepat melakukan
pendekatan parsial seperti Islamisasi modernitas dan proses modernisasi di
Indonesia, sebab akan memicu sektarianisme di dalam umat Islam dan secara
real-politis menghambat proses integrasi umat Islam dalam kebangsaan Indonesia,
dan bahkan Islamisasi politik dapat menjurus pada situasi darurat yang memberi
legitimasi bagi dipertahankannya status-quo.
Islam merupakan salah satu faktor-diantara (komplementer) masyarakat plural seperti Indonesia. Islam
memiliki keterbukaan dan saling belajar dengan sumber-sumber peradaban lainnya.
Dengan demikian umat Islam seyogyanya tidak memandang dirinya sebagai faktor
kompetitif yang hanya akan berfungsi disintegratif bagi kehidupan bangsa
Indonesia secara keseluruhan. Umat Islam harus menerima Republik yang ada
sebagai bentuk negara final. PMII menolak ide dan proyek Islamisasi masyarakat
dan politik, sehingga agendanya adalah bagaimana menciptakan masyarakat
Indonesia – dimana umat Islam kuat –, dalam pengertian berfungsi dengan
sebaik-baiknya. Perjuangan umat, justru mencari platfom yang sama dan titik-titik temu (kalimatun sawa’) dengan kelompok-kelompok lain dalam masyarakat,
untuk memperjuangkan tatanan politik yang modern, demokratis, dan adil. Islam
sebagai ajaran seharusnya membrei sumbangan berupa etika sosial bagi masyarakat
Indonesia modern. Sebuah masyarakat yang kuat, mandiri dan mampu menjadi
landasan sebuah sistem politik demokratis.
Agenda perjuangan Islam adalah upaya-upaya untuk
mengembalikan harkat warga negara sebagai pemiliki kedaulatan dan demokrasi
sebagai sistem politik yang mampu menjamin partisipasi mereka secara terbuka,
setiap kecenderungan partikularisme dihindari namun menolak totalisme dan
uniformisme. Selanjutnya, demokrasi menghargai kebebasan berekspresi tetapi
pada saat yang sama menuntut tanggung jawab etik; menolak intervensi negara,
tetapi tetap memerlukan negara sebagai pelindung dan penengah konflik internal
maupun eksternal. Islam harus menyumbangkan pemikirannya sebagai agama yang
publik, dan terlibat penuh dalam wacana dan kiprah publik dalam civil society dan bukan pada level
negara. Islam kemudian bisa terlibat dalam pemberdayaan masyarakat bersama-sama
dengan kekuatan lain tanpa klaim eksklusif. Dengan cara ini pula Islam lantas
bisa melakukan kritik terhadap paradigma poltik liberal yang dominan, bersama
paradigma-paradigma alternatif lain seperti feminisme, environmentalisme,
republikanisme dan sebagainya.
Dalam konteks kehidupan bangsa, PMII memiliki prospek untuk
dapat berperan secara tepat dalam jaringang yang strategis sebagai pelopor
pembaharuan. Sebab, dalam masa depan yang kompleks interaksi manusia dan
lingkungannya sangat dipengaruhi oleh pertimbangan kemanusiaan. Dan arus
informasi yang kuat dan global membutuhkan fungsionaris-fungsionaris organisasi
yang bukan sekedar berperan sebagai manager, melainka pemimpin dengan keyakinan
agama yang teguh yang berfungsi sebagai agen kemajuan dan kesejahteraan di
tengah proses-proses ketergantungan dan perubahan dalam masyarakatnya.
Beberapa etika sosial yang perlu untuk terus dikembangkan
adalah sebagai berikut:
1) Bahwa spriritualisme agama dan nilai-nilai kultur, selain
hidup dan tumbuh dalam semangat, mentalitas dan kedalaman transendensi, juga
haru terekspresikan dalam segenap dinamika gerak dan perilaku, baik secara
individu, maupun secara kelembagaan (community).
2) Bahwa kemanusiaan merupakan harkat yang selalu dikedepankan
dan menjadi pertimbangan utama dalam melihat dan merespon realitas, sehingga
Hak Asasi Manusia, humanisme, demokrasi
dan keadilan adalah agenda dan tema perjuanga PMII.
3) Bahwa kederajatan dan kesamaan antar manusia, melahirkan etos
populisme, egalitarianisme yang teraktualisasi dalam semangat pluralitas, anti
terhaap “penyeragaman” (uniformitas). Semangat pluralitas ini bisa berwujud
dalam perilaku toleran, tasammu, tawazun, I’tidal.
4) Etos populisme dan egalitarianisme melahirkan semangat untuk
hidupu terbuka dan jujur (inklusif) dalm rangka keterbukaan untuk mau berdialog
dn belajar bersama dengan sumber peradaban lainnya. Etos inklusivisme ini
berimplikasi kepada kemauan untk selalu mengkritisi kultus, dogmatisme dan
formalisme.
5) Bahwa sejarah merupakan proses yang hidup dan bergerak,
sehingga kesadaran sejarah adalah etos perbubahan untuk ingin terus-menerus
bergerak menuju perbaikan keadaan. Etos perubahan menolak adanya stagnasi dan
hegemoni makna atas jalannya sejarah.
6) Bahwa negara dibentuk untuk menjaga pola hubungan antar
sesama warga, berdasarkan kesepakatan. Sehingga negara bukanlah segal-galanya
yang berhak memasuki segenap kehidupan bersama. Hegemoni negara yang tumbuh
menuntut adanya counter hegemony,
sehingga hakekat kedaulatan rakyat terwujud dalam posisi rakyat di atas
kedaulatan negara, elit atapun pemerintah. Dalam hal ini civil society merupakan etos dan target perjuangan.
7) Berbagai kondisi yang berlawanan dengan idealitas yang
dibangun selama ini telah menjadi kesadaran seluruh masyarakat dan rakyat
bangsa Indonesia, da cita-cita itu tak terlihat dalam realitas sosial, politik
dan ekonomi. Oleh karena itu etos reformasi harus selalu ada dalam segenap
dinamia juang PMII. Reformasi perilaku dan sistemik menjadi bagian dari
kesadaran tantangan masa depan untuk terus bergerak lebih jauh. Dalam hal ini
dapat dimulai dari menghilangkan segala bentuk sentralisasi dan koorporatisme
negara. Pemberdayaan ormas dan orpo harus dapat diwujudkan dalam kemandirian
dan kebebasan, hal ini diperjuangkan dalam rangka kesadaran mewujudkan bangsa
dan masyarakat yang cerdas, mandiri, adil dan makmur.
0 komentar:
Posting Komentar