I.
REKAYASA SOSIAL
Rekayasa sosial dimaksudkan sebagai metode dan arah
pergerakan dalam upaya-upaya pencapaian tujuan. Rekayasa sosial menggunaka
pendekatan, metode dan wahana yang kondusif, yang ditujukan untuk membebaskan
manusia dari penjajahan dalam segala bentuknyayang berujud pada penghapusan
sistem sosial-kemasyarakatan yang pincang sebagai akibat dari kegagalan manusia
menggagas dan menciptakan kebudayaan. Dalam hal ini, termasuk bentuknya adalah
sentraliasi pembangunan ekonomi dan usaha ekonomi finansial transnasional.
Rekayasa sosial mempunyai wilayah, yang satu sama lainnya
berbeda. Pada wilayah kebangsaan, rekayasa sosial diarahkan pada perebutan
kembali kedaultan rakyat yang telah hilang digantikan oleh kedaultan negara.
Perebutan ini disamping sebagai amanat sejarah, juga untuk memperkuat
demokratisasi politik, ekonomi dan sosial. Pada wilayah budaya, rekayasa sosial
diarahka untuk memperkuat kebudayaan rakyat yang kering dan hampir mati oleh
arus modrnisasi. Penghidupan ini dilakukan dengan memberikan peluang
berkembangnya budaya rakyat secara otonom, tanpa intervensi oleh kekuasaan
negara. Ang lebih penting lagi adalah penghidupan budaya tersebut diambilkan
sarinya sehingga menghantarkan kebudayaan dijadikan sebagai penyadaran atas
nilai-nilai kemanusiaan, perjuangan penegakan atas nilai-nilai keadilan dan
perlawanan atas penyelewengan amanat kekuasaan.
Rekayasa sosial akan menghasilkan pendobrakan dan penataan
kembali terhadap sistem intelektualitas, “pola hubungan-bargaining” pada
tingkat negara, dan sistem religiusitas. Bagaimana sistem kepercayaan dan
keberagamaan tersebut dapamenjadi nilai yang transformatif dan membebaskan,
baik bagi dirinya maupun lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, pengkayaan dan
pencarian ulang terhadap sistem teologi Aswaja yang dianut selama ini tidak
mengenal kata selesai.
Penataan sistem intelektualitas diterjemahkan sebagai
penguatan kapasitas konseptual dan profesionalitas sehingga outputnya akan
menghasilkan industri pengetahuan (industry
of knowladge). Sistem intelektualitas tetap merupakan sitem pengetahuan
yang memihak, yaitu pada yang tertindas dan lemah. Namun demikian, sistem ini
harus dapat berupa gerakan yang besar sehingga menemukan lahan industrinya.
Salah satu jalan yang harus ditempuh adalah dengan meningkatkan profesionalitas
akademik dan pengawinan pengetauan dengan pilar-pilar kemasyarakatanb seperti
pers, LSM, agamawan, termasuk kekuasaan. Sehingga membentuk sebuah kekuatan
transformasi, yang sinergis.
Oleh karena itu, rekayasa sosial diarahkan menjadi dua pola,
yaitu Free Market Of Ideas (FMI) dan Advokasi. Free Market of Ideas (FMI) didasari oleh adanya individu-individu
yang bebas dan kreatif sebagai hasil dari proses liberasi dan independensi,
baik dalam pengkaderan maupun dalam pertemanan transformatif lainnya. Free Market of Ideas (pasar bebas ide)
sebagai upaya pencarian out put gerakan PMII, baik pada tataran internal PMII,
wilayah negara maupun pada masyarakat bawah.
Asumsi dasar dari FMI ini adalah bahwa visi gerakan PMII yang
selam ini – liberasi, independensi, interdependensi – menuntut adanya hasil
(out put) yang lebih dapat dirasakan baik oleh warga maupun masyarakat luas.
Sebab, tuntutan “produk” gerakan PMII selama ini, outputnya kurang dicerna oleh
masyarakat luas dan belum mampu menyeruak dalam ruang publik, sehingga kurang
didengar dan diperhitungkan oleh kekuatan-kekuatan lainnya.
Semua ini terjadi karena PMII belum mempunyai sistem pasar
bebas ide (FMI yang mampu menghasilkan industri pengetahuan dengan didasari
oleh keunggulan konseptual dan profesionalitas. Dari sini PMII akan melakukan
“jual-beli” wacana dan ide secara sistemik, baik dalam konsep keagamaan,
sosial, ekonomi, politik, kebangsaan, rekayasa sosial dan yang lainnya agar
dapat menjadi bayangan dan tawaran alternatif.
Free Market of
Ideas pada tingkat internal warga,
merupakan ruh paguyuban, yang di dalamnya terjadi proses “bazar ide”. Bazar ide
memberikan kebebasan memberi dan menerima segenap penjelajahan (eksplorasi)
pemikiran. Dalam konteks ini penumbuhan komunitas yang hidup dalam kegairahan
imajinasi (imagine society).
Komunitas penuh ide dan kreatifitas bisa muncul bila selalu diperhadapkan dan
dihadapkan dengan realitas masyarakat, terutama dalam konteks kebobrokan sistem
kehidupan manusia. Di sinilah PMII harus sealu menjaga jarak dengan segenap
bentuk kemapanan.
Penguatan ke dalam sebagai basis transformasi dan rekayasa sosial
dilakukan pada tiga wilayah, penguatan ideologi sosial sebagai kekuatan politik
(intelektualitas), penguatan kualitas pendidikan kader baik formal maupun
informal sebagai kekuatan profesionalitas, dan penguatan basis ekonomi melalui
penemuan kreatif sumber-sumber pembiayaan dan kemandirian.
Perwujudan FMI pada wilayah eksternal menntut adanya output
(produk) PMII dari berbagai temuannya. Output FMI pada tingkat negara bangsa
dilakukan dengan enggunakan tiga pengemasan. Pertama, tawaran konseptual. Tawaran konseptual ini dapat berupa
kerjasama maupun pengambilan konsesi-konsesi, dalam rangka merumuskan
pemikiran-pemikiran publik, sebagai bagian dari upaya memasarkan ide ke
masyarakat. Tawaran konseptual dilakukan sebagai upaya membangun ideologi-kultural.
Kedua, pendelegasian. Dengan meletakkan kekuasaan sebagai partner,
maka kekuasaan bukanlah kemewahan, sehingga kerjasama dengan berbagai konsesi
kualitatif dapat dilakukan, melalui kemenangan ide PMII. Berkuasa tanpa masuk ke dalam struktur
kekuasaan, itu perlu dilakukan dalam memperkuat jaringan kerja sama. Dengan
kekuatan lobby sebagai wahana mengawingkan kekuatan intelektual-liberatif
dengan kekuatan-kekuatan masyarakat yang ada, terutama tawar-menawar kerja sama
dengan kekuasaan bisa dijalankan. Ketiga,
gerakan kritisisme. Gerakan kritisisme ini tidak sekedar gerak dan tanpa
konsep, namun gerakan ini sebagai upaya penawaran konsep alternatif dari
segenap kepengapan dan stagnasi pada wilayah teoritik maupun praksis.
Rekayasa sosial advokasi dilakukan untuk segala korban dari
perubahan, dengan kemampuan diri. Pada gerakan advoasi ini mengambil sarana dan
obyek sesuai dengan sistem lokalitas masyarakat yang ada. Advokasi dilakkukan
dengan mengambil tiga bentuk gerakan, sosialisasi wacana, penyadaran dan pemberdayaan
serta pendampingan. Ketiga gerakan ini ditujukan sebagai pendidikan politik
masyarakat akan hak-haknya sehingga angan-angan civil society tercapai.
Advokasi dilakuka dalam rangka transformasi nilai yang
diyakini kebenarannya melalui pertanggungjawabkan ilmu yang diembannya.
Advokasi mengambil tiga sasaran utama, yaitu ideologisasi sosial kegamaan,
ekonomi dn pendidikan. Untuk mewujudkan gerakan advokasi ini diperlukan
kerja-kerja rintisan yang dapat mempercepat proses transformasi tersebut[.]
June 2th,
2007
Rewrite by NA
0 komentar:
Posting Komentar