PARADIGMA PERGERAKAN
(Arus Balik Masyarakat Pinggiran)
Paradigma merupakan cara pandang yang mendasar dari
seorang ilmuwan. Paradigma tidak hanya
membicarakan apa yang harus dipandang, tetapi juga memberikan inspirasi,
imaginasi terhadap apa yang harus dilakukan, sehingga membuat perbedaan antara
ilmuwan satu dengan lainnya. Paradigma merupakan konstelasi teori, pertanyaan,
pendekatan, dan prosedur yang dikembangkan dalam rangka memahami kondisi
sejarah dan keadaan sosial, untuk memberikan konsepsi dalam menafsirkan realitas
sosial. Paradigma merupakan konstelasi dari unsur-unsur yang bersifat
metafisik, sistem kepercayaan, filsafat, teori, maupun sosiologi, dalam
kesatuan kesepakatan tertentu untuk mengakui keberadaan sesuatu yang baru.
Paradigma adalah model atau sebuah pegangan untuk memandu mencapai tujuan.
Paradigma,
juga merupakan pegangan bersama yang dipakai dalam berdialog dengan realitas.
Paradigma dapat juga disebut sebagai prinsip-prinsip dasar yang akan dijadikan
acuan dalam segenap pluraltas strategi sesuai lokalitas masalah dan medan
juang.
Dengan
paradigma pergerakan, diharapkan tidak terjadi dikotomi model gerakan di dalam
PMII, seperti perdebatan yang tidak pernah selesai antara model gerakan
“jalanan” dan gerakan “pemikiran”. Gerakan jalanan lebih menekankan pada
praksis dengan asumsi percepatan transformasi sosial. Gerakan ini terjun
langsung pada basis-basis masyarakat yang menjadi korban perubahan sosial.
Sedangkan model gerakan pemikiran bergerak melalui eksplorasi teoritik,
kajian-kajian, diskusi, seminar dan pertemuan ilmiah yang lainnya, termasuk
penawaran suatu konsep kepada pihak-pihak yang memegang kebijakan, baik
eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Perbedaan antara kedua model tersebut
tidak hanya terlihat dalam praksis gerakan, tetapi juga berimplikasi pada obyek
dan lahan garapan. Apa yang dianggap penting dan perlu oleh gerakan jalanan
belum tentu dianggap penting dan perlu oleh gerakan intelektual dan begitu
sebaliknya, walaupun pada dasarnya kedua model tersebut merupakan satu
kesatuan.
Dalam
sejarahnya, gerakan mahasiswa selalui diwarnai perdebatan model jalanan dengan
intelektual. Begitu juga sejarah PMII selalui diwarnai dengan “pertentangan”
yang termanifestasikan dalam gerakan politik-struktural dengan gerakan
intelektual-kultural. Padahal semestinya kedua kekuatan model tersebut tidak
perlu dipertentangkan sehingga memperlemah gerakan PMII itu sendiri. Upaya
untuk mencari prinsip dasar yang menjadi acuan segenap model gerakan, menjadi
sangat penting (urgen) untuk dirumuskan. Sehingga pluralitas setinggi apapun
dalam model dan strategi gerakan, tidak menjadi masalah, dan bahkan secara
sinergis bisa saling menguatkan dan mendukung. Letak paradigma adalah dalam
menjaga pertanggungjawaban setiap pendekatan yang dilakukan sesuai dengan
lokalitas dan kecenderungan masing-masing.
Dalam
pembahasan lebih lanjut akan diuraikan paradigma PMII, dimulai dengan (1)
pembacaan kondisi sosio-politik bangsa, yang telah melahirkan dealiranisasi
partai politik dan depolitisasi aliran, pembacaan latar belakang identitas diri
PMII, kultur-sosial dan pendidikan. Selanjutnya, akan dibahas (2) teologi
antroposentrisme-transendental; (3) filosofi gerakan yang meliputi liberasi dan
independensi; (4) teori dan etika sosial, yang meliputi pandangan PMII dan
pilihan pendekatan dalam memperjuangkan keadilan (al-adalah), persamaan (al-musawwah); dan demokrasi (asy-syura); (5)
rakayasa dan transformasi sosial yang berbentuk free market of ideas dan advokasi; dan out-put gerakannya dapat berwujud pressure group dengan wilayah kerja grassroot, mediator dan
profesional lobby.
0 komentar:
Posting Komentar